Greatest Achievement I Ever Have


A Second Blog Post in Ramadan 1442H By Reva RA

Berbicara mengenai prestasi atau suatu pencapaian dalam hidup, emang agak “membagongkan” ya. Jadi mengingat seluruh memori tentang diri yang terekam. Udah ngapain aja yak, kemaren kemaren? Hehe. Sebelum aku pusing dan insecure duluan karena tidak kunjung menemukan apa yang dinamakan “prestasi terbaik dalam hidup” yang sudah ku alami sendiri, aku berinisiatif untuk memahami indikatornya dulu. Hal apa sih, yang bisa dikatakan sebagai sebuah pencapaian.

Menurut sepemahamanku, perbuatan seseorang yang bisa dikatakan sebagai prestasi adalah:

  1. Ketika ia secara konsisten melakukan hal kecil, dalam waktu lama è lalu mendapat hal besar dari tabungan tersebut.
  2. Saat sudah berkali kali jatuh, gagal, dan berhasil bangkit lagi untuk ke sekian kali è tidak menyerah sampai bisa mendapatkan.
  3. Keberuntungan yang didapat karena “takdir” tak terduga è biasanya juga karena faktor seperti doa dan usaha yang tak henti, baik dari diri sendiri maupun orang lain yang mendoakan
  4. Bisa memberi manfaat bagi orang lain è mereka merasa terbantu dengan adanya kita dan perbuatan kita terhadap mereka.

Nah, mulai tergambar nih aku udah pernah mencapai apa aja. Tapi, ketika pusing dan insecure udah sirna, jadi bingung lagi haha. Apa iya. Hal yang menurutku sudah pantas dianggap sebagai sebuah pencapaian luar biasa, itu juga universal alias orang lain juga menganggapnya sebagai prestasi yang paling baik? Bukankah wujud dari achievement itu seperti mereka yang mewujudkan mimpinya menjadi suatu hal besar?

Katakanlah Nadiem Makarim dengan gojeknya, Belva Devara dengan ruang gurunya, Chairul Tanjung dengan Transcorp dan berbagai perusahaan lainnya, Ibu Tri Rismaharini mantan bupati Surabaya sekaligus menteri sosial, atau seperti mbak Shintaries yang mendirikan komunitas blogger perempuan yang menyatukan para blogger seluruh Indonesia untuk produktif bersama.  

Ohya for your information, aku saat ini baru menamatkan semester akhir kuliahku, dan sedang menyemat status jobseeker sekaligus part time di stand cemilan sehat di kota tempat tinggalku, Gresik. Jadi bisa dibilang sudah ada jejak pengalaman yang ku lalui, pun juga masih panjang jalan yang akan ku lewati. Nah, memangnya apa saja pencapaianku? Kok ragu untuk disebut “prestasi”?

Pertama: TCC kelas XI

Aku ingat ketika masa SMA dulu, bisa masuk SMA favorit di kotaku dan masuk jurusan IPA. Iya memang sulit sih, seleksi masuknya dan di dalemnya, ada orang orang yang paling berprestasi dari berbagai SMPnya. Tapi bukan di sini point yang ku sebut prestasi.

Meskipun aku basic sains, jujur dulu aku tidak terlampau suka mendalaminya karena tidak tahu arah gambaran karirnya, sekaligus jika ada pun (misalnya jadi ilmuwan, dosen, guru, atau sejenisnya yang masih di bidang sains), aku tetep ogah. Hehe. Jadinya aku sangat biasa aja dalam nilai tugas maupun ujian bidang IPA. Nah lucunya di sini. Pada suatu hari yang cerah, aku diajak beberapa teman dari anggota organisasi luar sekolah buat ikut lomba mbangun replika tower dari stik es krim. Nah lho, apa ya gak kerjaannya anak arsitektur/teknik sipil dsj alias IPA banget tuh?

Iseng tapi pengen ikut, dan berbekal optimisme karena mendapat kakak pembimbing latihan lomba yang berpengalaman pernah menjuarai lomba tersebut di tahun tahun sebelumnya, akhirnya aku nawaitu ikut dan bersiap untuk melakukan berulang kali latihan beberapa minggu sebelum lomba.

Iya, latihan ngerakit tiang semacam sutet, hehe. waktu itu aku segrup dengan adek tingkatku di SMA. Kami berdua mulai mengakrabkan diri dengan lem panas (alias Lem G), lem lengket dan melekat di tangan, berhari hari mengulang merakit tower sendiri. Sudah sekitar ada 3 tower latihan sebelum tower sesungguhnya dirakit saat kompetisi. Tak terhitung berapa modal yang kami keluarkan, pengorbanan kakak pembina yang membantu kami menyempurnakan karya kami, tenaga, dan tak jarang pula kami pulang lebih larut pasca sekolah untuk latihan.

Lucunya, ada teman kami yang juga ikut latihan dan lomba, nyeletuk pada aku dan adik tingkatku yang sedang serius mengelem lapisan stik eskrim pada alas pola.

hei hei, calon juara nggetu banget rekkk” (translate: hei hei, calon juara serius banget guys)

Kami menanggapi dengan senyum dan aamiin paling serius saat itu hehe. Seingatku, kami berdua memang tidak pernah sama sekali lomba lalu merasakan menjadi pemenang. Saat itulah, kami bertekad untuk melakukan hal kecil berulang, latih latih, berdoa, dsj mulai Pra Lomba hingga Pas Lomba, kami merakit tower dengan trik yang kami yakin tidak dilakukan peserta lain. Ssst.. kami meng hair dryer (yg saat itu padahal semua peserta juga membawa, sebagai alat wajib), tiap bagian yang sudah kami lem agar lebih kering saat diuji kekuatannya nanti. Pengujiannya langsung lho, hari itu. hehe.

Sesaat setelah mengerahkan energi kami, pada pagi hingga siang, sekitar jam 7 hingga 11 alias 4 jam perlombaan, kami sholat dhuhur dan melakukan doa yang sangat khusyuk di tengah terik matahari dan keramaian peserta lain yang juga hadir di Kampus D3 Teknik Sipil ITS, Jl. Menur Surabaya.

Siapa sangka, pada waktu pengujian, celetukan teman latihanku terwujud? Alias aku dan adik tingkatku sungguhan mendapat predikat tower terkuat, bahkan selisihnya sangat jauh dibanding juara kedua dan ketiga. Alhamdulillah kami mendapat rekor beban yang bisa ditahan tower kami hingga 192 kg, (baca: Pengumuman D'Village 2016 via twitter)  sedangkan juara selanjutnya secara berturut turut hanya mendapat sekitar 49 dan 47kg saja. Merinding mengingatnya. Sudah lima tahun berlalu, tapi kejuaraan ini tetap lekat diingatan dan membuatku makin percaya diri bahwa tiap usaha terbaik pasti memberi hasil terbaik. Ceilee...

Kedua: Driving License

Yap, izin mengemudi. Dengan jangkepnya umur dari 16 menjadi 17, seseorang sudah bisa dianggap orang, bikin KTP, bisa memperoleh hak pilih saat pemilu, daaan juga bisa punya SIM. Berkendara ke mana pun jadi gak was was lagi, dan yang lebih utama adalah bisa lebih aman berkendara karena sudah melalui proses tes keterampilan berkendara di Satlantas. Ahaha, sudah "tegen" sih, tapi rasanya punya SIM bisa bikin lebih "tenang" gitu.

Sebenernya gaada istimewanya bikin SIM. Tes kesehatan, tes tulis, praktek. Semua orang juga melalui proses ini, bukan?

(iklan bentar: ampun dehhh, udah nulis panjang hilang! Hmmm sabaaar sabar. Inti intinya aja ya abis ini okey 😊)

Nah yang ku jalani cukup unik. HAHAHA. Padahal bisa jalur express, tapi aku memilih jatuh bangun, gagal ulang lagi sampai belasan kali dengan jumlah latihan hingga puluhan atau mungkin ratusan kali. Telaten mencoba rintangan angka 8, jalur lurus, dan terutama ZIGZAG ! hamdalah bisa lolos mandiri dengan cara manual tiga tahun lalu dan sempat ada sedikit drama saat mencari berkas dokumen pendaftaran SIM yang ketumpuk 1 tahun, sejak aku umur 17 daftar hingga 18 saat sudah berhasil tes praktek (dan satu satunya pada hari itu, tes praktek tiap minggu, dan per tes ada puluhan orang, yang lolos sekitar 1 hingga tidak sampai 10 atau bahkan tak ada satupun). Mungkin ini yang dinamakan pengalaman membuat sempurna, alias practice make perfect. Ada kepuasan tersendiri gitu deh, ketika ada razia SIM, polisi di depan dan aku sudah siap mengacungkan kartu SIMku yang ku perjuangkan sendiri, ahhaay.

Ketiga: Donor darah

Serupa tapi tidak mirip, hehe. Pencapaian donor darah ini juga melalui belasan kali percobaan untuk bisa lolos jadi pendonor. Siapa sangka mau menyumbang darah saja harus repot dan berulang kali seleksi. Hb harus normal (cewek 12, cowok 14), tensi normal (lebih dari 100), berat badan aman (lebih dari ½ kwintal), mens sudah H+7 hari bagi cewek, dan tentu sedang fit.

Dan semuanya, aku sudah pernah melalui masa gagal. Tidak cukup Hb itu yang terbanyak. BB juga, aslinya 49 tapi tidak dibolehkan. Sampai akhirnya bertekad nambah berat. Gak begadang, makan sarapan, yang dimakan juga semacam daging dan jeroan seperti ati, dan meyakinkan diri berat sudah cukup, daaann tada. 10 April lalu, alias 3 hari sebelum ramadhan bisa lolos.

Baru pertama sih, tapi okey untuk pemacuku donor selanjutnya. Siapa pulak yang tidak mau tes kesehatan gratis, punya tubuh lebih sehat, dapet perasaan bahagia dan bermakna? Ya kan? Hehe.

Keempat: Menulis Buku Pertama

Nyetak buku? Tulisan sendiri dan ada pembeli? Hehe. Such a never tought plan. Aku dan temanku, Eka Siti Rahmawati yang juga sedang berperang dalam skripsi, mengikuti kursus menulis dari Penerbit Mahameru Pustaka dan Klik Media dan diisi oleh penulis berpengalaman. Yaa, niatnya sih mengasah skill sekaligus ingin melibatkan diri kita agar terkondisikan dalam menulis konsisten. Siapa sangka endingnya ditugasi untuk membuat buku yang tema dan isinya terserah kita, untuk diterbitkan. Yaudah kita bikin dalam waktu sebulanan dong, karena deadline proposal skripsi dan tugas ini hampir bebarengan.

EH alhamdulillahnya, bisa beneran jadi, tercetak, dan setelah dipromo rekan penulisku dan aku di media sosial masing masing, tembus puluhan pembeli dari kenalan kita. Pencapaian kecil untuk awal yang bismillaah, bisa lebih baik ke depannya.

 

Sejauh ini hanya empat ini yang berkesan buatku, dan semoga menginspirasimu  yaa.

Komentar

My Popular Post